PETIR NEWS – Sebagai Dinas yang sakral mencerdaskan bangsa harusnya lebih hati-hati dalam melaksanakan program pemerintah agar tidak masuk ke jurang korupsi.
Namun nampaknya tidak dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Poso, diberi amanah untuk pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) malah diduga tidak amanah.
Ya, pasalnya LSM Kualisi Rakyat Anti Korupsi (KRAK) Sulawesi Tengah menemukan dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan itu. Sempat di laporkan ke Kejati Sulteng namun dilimpahkan ke Kejari Poso.
Dedriawan Talingkau, S.STP selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Poso kepada PETIR-NEWS.COM mengatakan sudah diperiksa Kejari Poso 2023 silam.
“Ini sudah diperiksa oleh Kejari Poso (2023), Kadis, Kabid, PPTK,” katanya, Rabu 22 Januari 2025.
Ketika ditanya tanggal dan bulan berapa diperiksa dirinya tidak ingat lagi.
“So lama so lupa bulannya. Tahunnya 2023. Kami laksanakan sesuai juknis,” paparnnya.
Untuk diketahui, KRAK Sulteng melaporkan adanya dugaan koruosi dan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan proyek pengadaan peralatan komputer dan TIK untuk sejumlah sekolah dasar dan SMP di Kabupaten Poso pada tahun anggaran 2022.
Dilaporkan, kasus ini melibatkan beberapa pihak, di antaranya Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Poso, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta Direktur PT. Complus Sistem Solusi sebagai penyedia barang.
Secara gamblang Harsono Bereki dalam laporannya mengungkapkan, pada Tahun 2022 DPRD Kabupaten Poso menyetujui anggaran sebesar Rp13,47 miliar untuk pengadaan 112 unit laptop yang akan dibagikan ke sekolah-sekolah.
Namun, barang yang dibelanjakan bukanlah laptop sesuai spesifikasi yang disetujui DPRD, melainkan Chromebook Acer C733 dan peralatan lain yang tidak sebanding dengan harga yang dianggarkan.
Barang-barang tersebut diduga hanya berfungsi optimal jika ada jaringan internet, yang mana di beberapa daerah Poso akses internet belum memadai, sehingga barang tersebut tidak dapat digunakan sebagaimana tujuan diadakanya barang tersebut.
Selain ketidaksesuaian barang, diduga juga terjadi dugaan markup harga yang signifikan. Harga satu unit Chromebook yang dibelanjakan oleh Dinas Pendidikan mencapai Rp7,31 juta untuk SD dan Rp7,55 juta untuk SMP. Sementara harga pasar menunjukkan angka yang jauh lebih rendah, yaitu Rp4,74 juta per unit.
Dengan adanya dugaan markup tersebut, ada potensi kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp4,5 miliar. Dokumen serah terima barang yang seharusnya mencantumkan detail penting, seperti garansi dan keterbatasan fungsi Chromebook, diduga juga sengaja dihilangkan, sehingga menambah indikasi adanya kecurangan dalam pengadaan barang tersebut.***